Sediaan Infus
GLUKOSA
Nomor
Batch :1108200
|
Tanggal
: 08
Juni 2011
|
||||
Disusun
Oleh
|
Disetujui
Oleh
|
||||
Risya
Widya Pratiwi
|
|||||
Kode
Produk
|
Nama
Produk
|
Volume
Produk
|
Bentuk
|
Kemasan
|
Waktu
Pengolahan
|
A6
|
Glukowiatris
|
102
mL
|
Larutan
|
Vial
|
08.30
– 12.00
|
I.
MONOGRAFI
a.
Glucosum
C6H12O6 BM
: 198, 17
Glukosa mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5%
C6H12O6 , dihitung terhadap zat yang telah
dikeringkan.
Definisi :
suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati.
Mengandung satu molecul air hidrat atau anhidrat. (Farmakope
Indonesia IV, 1995)
Rumus molekul : C6H12O6
Pemerian : serbuk putih kristal, dengan rasa manis, larut dalam air,
sedikit larut dalam alkohol. (British
Pharmacopeia,2009)
hablur , tidak berwarna, serbuk
hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Kelarutan : larut dalam 1 bagian air, 100 bagian dalam
alcohol, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam alcohol mendidih. (United
State Pharmacopeia, 2007)
mudah
larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam
etanol (95%)p mendidih, sukar larut dalam etanol (95%)p . (Farmakope Indonesia III, 1979)
Fungsi : Sebagai sumber kalori dan zat
pengisotonis. (Martindale,28th ed, 1982)
Osmolaritas : 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum
Stabilitas : (Martindale,28th ed, 1982)
Terhadap
cahaya :
Tidak stabil terhadap sinar γ pada proses sterilisasi.
Terhadap
suhu : tidak stabil
pada pemanasan suhu tinggi dan lama (terjadi penurunan
pH dan karamelisasi); Penyimpanan pada suhu < 25oC.
Terhadap
pH : tidak stabil
(terurai menjadi 5-hidroksi metil furfural pada pH basa).Injeksi glukosa stabil
pada PH 3.5 – 6.5
Terhadap oksigen : Tidak stabil.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. (British Pharmacopeia,2009)
Incompatibilitas : Dengan
cyanocobalamin, kanamycin sulphate, novobiocin sodium, dan warfarin sodium. (Martindale,28th ed, 1982)
Penandaan :
Label negara
yang berlaku, bahwa substansi apyrogenic. (European
Pharmacopeia, 2005)
Efek samping : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit
pada tempat pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus
dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk edema, hipokalemia,
hipopostemia, hipomagnesia.
Kontraindikasi : Pada pasien anuria, intrakranial
atau intraspiral hemorage
b.
Natrium
Chloridum
NaCl BM
: 58,44
Nama
lain : Alberger, Chlorure de natrium, garam dapur, garam hopper, garam karang alami, garam batu, garam, garam laut, garam meja.
(Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 2009. Halm : 637)
Massa molar : 58.44 g/mol
Pemerian : Hablur heksahedral tidak
berwarna atau serbuk hablur putih/berbentuk kristal putih, tidak berbau, rasa
asin. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Natrium klorida merupakan bubuk kristal putih atau
kristal tak berwarna, rasanya asin. Kisi kristalnya adalah struktur berpusat muka kubik. Natrium klorida padat tidak akan
mengalami kristalisasi meskipun, di bawah 0°C, mungkin akan mengkristal apabila
dalam bentuk dihidrat.
(Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 2009. Halm : 637)
Kelarutan : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian
air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol P, sukar larut
dalam etanol (95%) P. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Larut
1:2,8 dalam air, 1:2,6 dalam air 100°C, 1:10 dalam gliserin, 1:250 etanol 95%,
sukar larut dalam etanol. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009.
Halm : 637)
Fungsi :
Diluent tablet atau kapsul, zat pengisotonis. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
Titik leleh : 801 °C (1074 K). (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Titik didih : 1465 °C (1738 K). (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Dalam wadah tertutup
baik, di tempat sejuk dan kering.
(Handbook of Pharmaceutical
Excipient, 2009. Halm : 637)
Incompatibilitas : Natrium klorida hidrat korosif terhadap besi. Dapat
bereaksi membentuk prespirat dengan garam perak, timah dan merkuri. Poksidator
kuat membebaskan klorin dari keasaman natrium klorida. Kelaruatan pengawet
metal antimikroba berkurang dalam larutan yang mengandung natrium klorida.
Viskositas gel Karbomer dan selulosa hidroksietil atau hidroksipropil selulosa
berkurangb dengan penambahan natrium klorida.
(Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009.
Halm : 637)
Efek samping : Keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal
dapat menyebabkan hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage.
Efek samping yang sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus,
menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi,
gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.
Kontraindikasi : Untuk pasien penyakit hati perifer
udem atau pulmonali udem, kelainan fungsi ginjal.
Farmakologi
: berfungsi untuk mengatur
distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan
tubuh.
c.
Aqua
Pro Injectione (a.p.i)
Air untuk injeksi adalah air suling segar yang
disuling kembali, disterilkan dengan cara
sterilisasi A atau C.
Pemerian : Cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Sisa
penguapan : Tidak
lebih dari 0,003% b/v, penguapan dilakukan
diatas tangas air, kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 1 jam. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Penyimpanan :
Dalam wadah tetutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas berlemak
harus digunakan dalam waktu 3 hari
setelah pembuatan. (Farmakope Indonesia
III, 1979)
Khasiat &
penggunaan : Untuk pembuatan injeksi. (Farmakope Indonesia III, 1979)
II.
FORMULA
Glucosum
5%
NaCl 0,035
gram
Karbon 0,1
%
Aqua
pro injection add 125 mL
III.
PERHITUNGAN
DAN PENIMBANGAN
1.
Perhitungan
Bahan
a. Tonisitas
Kelengkapan
Zat
|
∆Tb
|
C
|
Glukosa
|
0,1
|
5
|
b. Perhitungan
W =
=
= 0,035 % (Hipotonis)
2.
Penimbangan
Bahan
|
Satuan
Dasar
|
Volume
Produksi
|
100
mL
|
125
mL
|
|
Glukosa
|
5 gram
|
6,25 gram
|
NaCl
|
0,035 gram
|
0,0437 gram
|
Karbon
|
100 mg
|
125 mg
|
3.
Perhitungan Osmolaritas
m osmole / liter = x 1000 x jumlah ion
Osmolaritas NaCl
m
Osmole/liter = x 1000 x 2
= 11,966 mOsmol/L
Osmolaritas Glukosa
M
Osmole/liter = x 1000 x 1
= 277,531 mOsmol/L
Total Osmolaritas : 289,497 mOsmol/L (Isotonis)
4.
Perhitungan kadar ion
Kadar ion =
Kadar Ion NaCl
Na+ =
=
137,6 mg = 5,983 mmol/L
Cl- =
=
212,393 mg = 5,983 mmol/L
5.
Perhitungan Ekuivalensi Elektrolit
Ekuivalensi ion =
Ekuivalensi NaCl
Na+ =
=
5,983 mval/L = 5,983 mEq/L
Cl- =
=
5,983 mval/L = 5,983 mEq/L
IV.
PROSES
PENGOLAHAN
1. Dilarutkan
Glukosa dalam sebagian aqua pro injection
2. Dilarutkan
NaCl dalam sebagian aqua pro injection
3. Kedua
larutan tersebut dicampur
4. Ditambah
aqua pro injection ad 125 mL
5. Dicek
pH
6. Ditambah
karbon, dipanaskan dan diaduk (60°-70° C) selama 15 menit
7. Disaring
panas-panas, filtrate pertama dibuang
8. Dimasukkan
ke dalam botol infus sebanyak 102 mL
9. Disterilkan
dalam autoklaf 121° C selama 15 menit
V.
PEMBAHASAN
Pada
praktikum yang dilakukan pada tanggal 08 Juni 2011 dibuat sediaan infus dengan
menggunakan Glucosum sebagai zat berkhasiatnya. Adapun formulanya, yaitu :
Glucosum
5%
NaCl 0,035
gram
Karbon 0,1
%
Aqua
pro injection add 125 mL
Glukosa merupakan suatu monosakarida
yang dapat diberikan secara peroral maupun intravena (sediaan infus) sebagai
treatment dalam deplesi cairan dan karbohidrat. Di samping itu glukosa juga
dapat menurunkan metabolisme lemak, mencegah ketonimia, mengatasi hipoglikemia,
dan diberikan secara oral dalam tes toleransi glukosa sebagai diagnosa
diabetes mellitus.
Formulasi sediaan disusun
berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau
tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat
atau sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat
resmi.
Sebelum dilakukan formulasi sediaan
infuse glukosa yang stabil, aman, efektif, dan aseptabel, terlebih dahulu dilakukan
studi praformulasi analisis sifat fisiko kimia bahan. Dari studi pustaka
diperoleh bahwa glukosa stabil terhadap cahaya sehingga penyimpanan
sediaan terlindung cahaya untuk menjaga
kestabilan sediaan, tidak stabil pada pH basa terurai menjadi 5-hidroksi metil
furfural sehingga pH sediaan dibuat pada rentang pH 3,5 – 5,5. pH sediaan
yang dibuat adalah pH 5 sehingga dapat dipastikan terjaga kestabilannya karena
berada dalam rentang pH yang diinginkan. Tujuan
utama pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi
stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga obat
tersebut mempunyai aktivitas dan potensi. Selain itu, untuk mencegah terjadinya
rangsangan atau rasa sakit sewaktu disuntikkan. pH yang terlalu tinggi akan
menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan pH yang terlalu rendah menyebabkan rasa
sakit jika disuntikkan.
Glukosa tidak stabil pada
pemanasan suhu tinggi dalam waktu yang lama karena terjadi penurunan pH dan
karamelisasi sehingga sterilisasi tidak dilakukan pada suhu yang tinggi dalam
waktu yang lama serta penyimpanan sediaan disarankan pada suhu yang sejuk.
Untuk membuat sediaan yang efektif dibuat kadar sediaan yang sesuai tujuan
terapi yaitu untuk sediaan infus dengan rentang kadar 2,5 – 7 %.
Hal lain yang juga perlu
diperhatikan adalah hasil degradasi pada pemanasan glukosa yaitu 5-hidroksi metil furfural ( 5-HMF
) harus tidak melebihi batas tertentu seperti yang tertera dalam Farmakope
Indonesia karena bersifat alergenik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk
membatasi produksi 5-hidroksi metil furfural adalah suhu karena semakin tinggi
suhu maka semakin banyak produksi 5-HMF, pH karena semakin tinggi pH maka
semakin mudah terbentuk 5-HMF, serta konsentrasi glukosa karena semakin
besar konsentrasi maka pembentukan 5-HMF semakin mudah. Konsentrasi glukosa dalam
sediaan ini adalah 5 % untuk sediaan infus intravena.
Volume yang dibuat adalah 100 mL
untuk pemakaian single dose dan dilebihkan 25 mL. Volume sediaan dilebihkan
untuk mengantisipasi adanya volume yang hilang selama proses pengisian dan
pembuatan.
Sediaan infus haruslah isotonis atau
sedikit hipertonis karena jika hipotonis maka akan menyebabkan sel darah
menjadi pecah sehingga itu berbahaya. Selain itu, perlunya sediaan injeksi ini
dibuat isotonis ataupun sedikit hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak
menimbulkan rasa nyeri. Untuk memperoleh kondisi larutan yang isotonis
ditambahkan NaCl 0,9 % dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari
perhitungan tonisitas sediaan, dalam praktikum ini perhitungan tonisitas
sediaan berada dalam rentang hipertonis sehingga tidak diperlukan penambahan
NaCl 0,9 %. Dalam sediaan ini berdasarkan hasil perhitungan ditambahkan NaCl seganyak
0,035 % untuk mencapai keadaan yang isotonis.
Pada pembuatan sediaan infuse
intravena ini ditambahkan karbon aktif sebagai absorben. Diharapkan dengan
penambahan karbon aktif maka syarat sediaan infuse, yaitu bebas pirogen dapat
terpenuhi. Mekanisme karbon untuk menghilangkan pirogen adalah dengan cara
absorpsi. Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut
di permukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau
zat cair yang kontak dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi
konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka
atau bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas
atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu.
Atas dasar fenomena kejadiannya,
adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption,
terjadi karena ikatan kimia (chemical
bonding) antara molekul zat terlarut (solute)
dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak
dapat berbalik (irreversible). Yang
kedua, adsorpsi fisika (physical
adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan
yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya
elektrostatis.
Fenomena adsorpsi ternagi menjadi tiga
langkah, yaitu:
1)
makrotransport:
perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat yang diadsorpsi), di dalam
air menuju permukaan adsorban
2)
mikrotransport:
perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam adsorban
3)
sorpsi:
pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan pembuluh kapiler
mikroskopis.
Ada sejumlah hal yang mempengaruhi
efektivitas adsorpsi, yaitu:
1)
temperatur
lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika temperaturnya
makin rendah
2)
jenis
adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut,
makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi
lebih mudah diadsorpsi).
Selain menghilangkan
pirogen karbon ini digunakan untuk menghilangkan bau, warna, dan rasa air
termasuk ion-ion logam berat. Karena merupakan fenomena permukaan maka semakin
luas permukaan kontak karbo makin tinggilah efisiensi penyerapannya. Hal
tersebut bisa dilakukan karbon yang sudah dalam keadaan aktif sehingga porus
dan kaya saluran kapiler. Karbon yang belum aktif, ruang kapilernya masih
ditutupi oleh pengotor berupa zat organik dan anorganik.
Karbon aktif memiliki pori – pori yang sangat
kompleks yang berkisar dari ukuran mikro dibawah 20 A (Amstrong), ukuran meso
antara 20 sampai 50 Angstrom dan ukuran makro yang melebihi 500 A (pembagian
ukuran pori berdasarkan IUPAC). Sehingga luas permukaan disini lebih
dimaksudkan luas permukaan internal yang diakibatkan dari adanya pori – pori
yang berukuran sangat kecil.
Karena memiliki luas permukaan yang sangat besar,
maka karbon aktif sangat cocok
digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan luas kontak yang besar seperti pada
bidang adsorpsi (penjerapan), bidang reaksi dan katalisis seperti pada aplikasi
praktikum ini.
Setelah ditambahkan
karbon aktif sediaan dipanaskan diatas penangas air dalam suhu 60-700C
selama 15 menit dan diaduk. Setelah dipanaskan dilakukan penyaringan dengan
kertas saring, penyaringan atau filtrasi ini bertujuan untuk mencegah
kemungkinan ikutnya partikel-partikel asing kedalam sediaan infuse serta menyaring
karbon aktif yang digunakan sebagai absorben. Penyaringan dilakukan sebanyak 3
kali sehingga didapat larutan yang jernih, penyaringan ini dilakukan pada saat
keadaan panas. Hal ini ditujukan untuk menghindari kemungkinan kesulitan dalam
penyaringan karena terbentuknya koloid.
Sediaan ini
hanya digunakan untuk sekali pemakaian sehingga tidak diperlukan penambahan
anti bakteri pada pembuatannya karena sediaan yang dibuat telah
disterilkan dan akan tetap steril sampai pada batas kadaluarsa. Selama sediaan
sudah dibuka maka resiko kontaminasi akan tinggi, sehingga kemungkinan terdapat
adanya sisa dari sediaan yang telah dipakai tidak diperbolehkan untuk
dipergunakan kembali karena sterilitas tidak terjamin lagi. Selain itu tidak
dilakukannya penambahan pengawet atau zat antimikroba karena sediaan ini
merupakan Large Volume Parenteral
sehingga diperlukan zat pengawet dalam jumlah besar yang memungkinkan bisa
menimbulkan atau meningkatkan efak toksisnya.
Sediaan disterilkan dengan metode A yaitu dengan metode panas basah
menggunakan autoklaf suhu 121°C selama 15 menit.
VI.
LAMPIRAN
1)
Aspek
Farmakologi
Indikasi :
Untuk
mengatasi dehidrasi, menambah kalori, dan mengembalikan keseimbangan
elektrolit.
Efek Farmakologi : Di
dalam sel glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan menghasilkan
energi. Jaringan otot dan lemak menyerap glukosa bila diperlukan, karena
kebutuhan energi dapat pula dicapai dengan jalan oksidasi asam lemak. Glukosa
yang diserap di otot ditimbun sebagai glikogen atau dirombak menjadi asam
laktat, yang dibawa oleh darah diangkut ke hati dan menjadi bahan pangkal untuk
glukoneogenesis.
Dosis dan cara
pemberian : Injeksi
Intravena 3 mL/kg BB/jam atau 70 tetes/70 kg BB/menit atau 210 mL/70 kg BB/ jam
atau sesuai kondisi penderita. Maksimal 1500mL/70 kg BB/hari.
Efek samping : Tromboflebitis (pada pH
larutan rendah 3,5 – 5), panas, iritasi, infeksi pada tempat penyuntikan,
thrombosis atau flebilitas vena yang meluas dari tempat penyuntikan & ekstravasasi.
Perhatian : Payah jantung,
udem dengan retensi Na, gangguan ginjal, sepsis parah, kondisi pra & pasca
trauma.
2)
Etiket
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
Jl. Soekarno Hatta 354 Parakan Resik
|
|||
No
Batch : 1108200
Nama Dagang : Glukowiatris
Vial 100 mL
Injeksi Intravena
Mengandung Glukosa 50 mg/mL
Exp.
Date : Mei 2013
|
|||
HARUS
DENGAN RESEP DOKTER
|
3)
Brosur
4)
Kemasan
VII.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2007. The United States Pharmacopeia. Vol
2. Port City Press, Baltimore
British Pharmacopeia Commission . 2009. British
Pharmacopeia. Vol 1. The Stationery Office, London
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope
Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Council of Europe. 2005. European Pharmacopeia Fifth Edition. Council
Of Europe, Strasbourg
Reynolds, James E. F. 1982. Martindale The Extra
Pharmacopoiea. Twenty-Eigth Edition. Pharmaceutical Press : London.
Rowe, Raymond. C, Sheskey, Paul J, and Owen Sian C.
2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Fifth edition.
Pharmaceutical Press : London.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar