Selasa, 04 September 2012

Sediaan Infus


Sediaan Infus
GLUKOSA
Nomor Batch :1108200
Tanggal : 08 Juni 2011
Disusun Oleh
Disetujui Oleh
Risya Widya Pratiwi

Kode Produk
Nama Produk
Volume Produk
Bentuk
Kemasan
Waktu Pengolahan
A6
Glukowiatris
102 mL
Larutan
Vial
08.30 – 12.00


I.                   MONOGRAFI

a.                  Glucosum
            C6H12O6                                                                                                                             BM : 198, 17
Glukosa mengandung tidak kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% C6H12O6 , dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Definisi                       : suatu gula yang diperoleh dari hidrolisis pati. Mengandung satu molecul air hidrat atau anhidrat. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Rumus molekul           : C6H12O6
Pemerian                     : serbuk putih kristal, dengan rasa manis, larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol. (British Pharmacopeia,2009)
hablur , tidak berwarna, serbuk hablur atau butiran putih, tidak berbau, rasa manis. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Kelarutan                    : larut dalam 1 bagian air, 100 bagian dalam alcohol, sangat mudah larut dalam air mendidih, larut dalam alcohol mendidih. (United State Pharmacopeia, 2007)
                                    mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%)p mendidih, sukar larut dalam etanol (95%)p . (Farmakope Indonesia III, 1979)
Fungsi                         : Sebagai sumber kalori dan zat pengisotonis. (Martindale,28th ed,  1982)
Titik leleh                    : 146° C  (α-D- Glukosa) : 150º C (β-D- Glukosa)
Osmolaritas                 : 5,51% w/v larutan air sudah isotonis dengan serum
Stabilitas                     : (Martindale,28th ed,  1982)
Terhadap cahaya         : Tidak stabil terhadap sinar γ pada proses sterilisasi.
Terhadap suhu             :  tidak stabil pada pemanasan suhu tinggi dan lama (terjadi     penurunan pH dan karamelisasi); Penyimpanan pada suhu < 25oC.
Terhadap pH               : tidak stabil (terurai menjadi 5-hidroksi metil furfural pada pH basa).Injeksi glukosa stabil pada PH 3.5 – 6.5
Terhadap oksigen        : Tidak stabil.

Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik. (British Pharmacopeia,2009)
Incompatibilitas          : Dengan cyanocobalamin, kanamycin sulphate, novobiocin sodium, dan warfarin sodium. (Martindale,28th ed,  1982)
Penandaan                   : Label negara yang berlaku, bahwa substansi apyrogenic. (European Pharmacopeia, 2005)
Efek samping              : Larutan glukosa hipertonik dapat menyebabkan sakit pada tempat pemberian (lokal), tromboklebitise, larutan glukose untuk infus dapat menyebabkan gangguan cairan dan elektrolit termasuk edema, hipokalemia, hipopostemia, hipomagnesia.
Kontraindikasi            : Pada pasien anuria, intrakranial atau intraspiral hemorage

b.                  Natrium Chloridum
NaCl                                                                                                               BM : 58,44
Nama IUPAC             : Natrium Klorida
Nama lain                    : Alberger, Chlorure de natrium, garam dapur, garam hopper,  garam karang alami, garam batu, garam, garam laut, garam meja.
                                    (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
Rumus molekul           : NaCl
Massa molar                : 58.44 g/mol
Pemerian                     : Hablur heksahedral tidak berwarna atau serbuk hablur putih/berbentuk kristal putih, tidak berbau, rasa asin. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
                                    Natrium klorida merupakan bubuk kristal putih atau kristal tak berwarna, rasanya asin. Kisi kristalnya adalah struktur berpusat muka kubik. Natrium klorida padat tidak akan mengalami kristalisasi meskipun, di bawah 0°Cmungkin akan mengkristal apabila dalam bentuk dihidrat.
                                    (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
Kelarutan                    : Larut dalam 2,8 bagian air, dalam 2,7 bagian air mendidih dan dalam lebih kurang 10 bagian gliserol  P, sukar larut dalam etanol (95%) P. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
                                    Larut 1:2,8 dalam air, 1:2,6 dalam air 100°C, 1:10 dalam gliserin, 1:250 etanol 95%, sukar larut dalam etanol. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
Fungsi                         : Diluent tablet atau kapsul, zat pengisotonis. (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
            Densitas                      : 2.16 g/cm3. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Titik leleh                    : 801 °C (1074 K). (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Titik didih                   : 1465 °C (1738 K). (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Kelarutan dalam air     : 35.9 g/100 mL (25 °C). (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Penyimpanan               : Dalam wadah tertutup baik. (Farmakope Indonesia IV, 1995)
Dalam wadah tertutup baik, di tempat sejuk dan kering.
(Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
Incompatibilitas          : Natrium klorida hidrat korosif terhadap besi. Dapat bereaksi membentuk prespirat dengan garam perak, timah dan merkuri. Poksidator kuat membebaskan klorin dari keasaman natrium klorida. Kelaruatan pengawet metal antimikroba berkurang dalam larutan yang mengandung natrium klorida. Viskositas gel Karbomer dan selulosa hidroksietil atau hidroksipropil selulosa berkurangb dengan penambahan natrium klorida.
                                    (Handbook of Pharmaceutical Excipient, 2009. Halm : 637)
Efek samping              : Keracunan NaCl disebabkan oleh induksi yang gagal dapat menyebabkan hipernatremia yang memicu terjadinya trombosit dan hemorrage. Efek samping yang sering terjadi nausea, mual, diare, kram usus, haus, menurunkan salivasi dan lakrimasi, berkeringat, demam, hipertensi, takikardi, gagal ginjal, sakit kepala, lemas, kejang, koma dan kematian.
Kontraindikasi            : Untuk pasien penyakit hati perifer udem atau pulmonali udem, kelainan fungsi ginjal.
Farmakologi                : berfungsi untuk mengatur distribusi air, cairan dan keseimbangan elektrolit dan tekanan osmotik cairan tubuh.

c.                   Aqua Pro Injectione (a.p.i)
Air untuk injeksi adalah air suling segar yang disuling kembali, disterilkan dengan cara sterilisasi A atau C.
Pemerian                                 : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Sisa penguapan                       : Tidak lebih dari 0,003% b/v, penguapan dilakukan  diatas tangas air, kemudian dikeringkan pada suhu 105°C selama 1 jam. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Penyimpanan                           : Dalam wadah tetutup kedap. Jika disimpan dalam wadah bertutup kapas berlemak harus digunakan  dalam waktu 3 hari setelah pembuatan. (Farmakope Indonesia III, 1979)
Khasiat & penggunaan            : Untuk pembuatan injeksi. (Farmakope Indonesia III, 1979)

II.                FORMULA
Glucosum                                5%
NaCl                                        0,035 gram
Karbon                                                0,1 %
Aqua pro injection add           125 mL
III.             PERHITUNGAN DAN PENIMBANGAN
1.      Perhitungan Bahan
a.      Tonisitas
Kelengkapan
Zat
∆Tb
C
Glukosa
0,1
5

b.      Perhitungan
W        =
          =
            = 0,035 % (Hipotonis)

2.      Penimbangan
Bahan
Satuan Dasar
Volume Produksi
100 mL
125 mL
Glukosa
5 gram
6,25 gram
NaCl
0,035 gram
0,0437 gram
Karbon
100 mg
125 mg
           
3.      Perhitungan Osmolaritas

m osmole / liter      =  x 1000 x jumlah ion
Osmolaritas NaCl
m Osmole/liter       =  x 1000 x 2
                              = 11,966 mOsmol/L

Osmolaritas Glukosa
M Osmole/liter      =  x 1000 x 1
                              = 277,531 mOsmol/L
Total Osmolaritas : 289,497 mOsmol/L (Isotonis)

4.      Perhitungan kadar ion
Kadar ion              =

Kadar Ion NaCl
Na+                       =         = 137,6 mg      = 5,983 mmol/L
Cl-                         =      = 212,393 mg  = 5,983 mmol/L

5.      Perhitungan Ekuivalensi Elektrolit
Ekuivalensi ion                  =

Ekuivalensi NaCl
Na+                       =        = 5,983 mval/L            = 5,983 mEq/L
Cl-                         =        = 5,983 mval/L            = 5,983 mEq/L





IV.             PROSES PENGOLAHAN
1.      Dilarutkan Glukosa dalam sebagian aqua pro injection
2.      Dilarutkan NaCl dalam sebagian aqua pro injection
3.      Kedua larutan tersebut dicampur
4.      Ditambah aqua pro injection ad 125 mL
5.      Dicek pH
6.      Ditambah karbon, dipanaskan dan diaduk (60°-70° C) selama 15 menit
7.      Disaring panas-panas, filtrate pertama dibuang
8.      Dimasukkan ke dalam botol infus sebanyak 102 mL
9.      Disterilkan dalam autoklaf 121° C selama 15 menit

V.                PEMBAHASAN
Pada praktikum yang dilakukan pada tanggal 08 Juni 2011 dibuat sediaan infus dengan menggunakan Glucosum sebagai zat berkhasiatnya. Adapun formulanya, yaitu :
Glucosum                                5%
NaCl                                        0,035 gram
Karbon                                                0,1 %
Aqua pro injection add           125 mL

Glukosa merupakan suatu monosakarida yang dapat diberikan secara peroral maupun intravena (sediaan infus) sebagai treatment dalam deplesi cairan dan karbohidrat. Di samping itu glukosa juga dapat menurunkan metabolisme lemak, mencegah ketonimia, mengatasi hipoglikemia, dan diberikan secara oral dalam tes toleransi glukosa sebagai diagnosa diabetes mellitus.
Formulasi sediaan disusun berdasarkan zat aktif yang digunakan, sehingga perlu diperhatikan ada atau tidaknya interaksi yang terjadi dengan zat tambahan yang digunakan agar obat atau sediaan dapat digunakan secara efektif dan dapat memenuhi syarat-syarat resmi.
Sebelum dilakukan formulasi sediaan infuse glukosa yang stabil, aman, efektif, dan aseptabel, terlebih dahulu dilakukan studi praformulasi analisis sifat fisiko kimia bahan. Dari studi pustaka diperoleh bahwa glukosa stabil terhadap cahaya sehingga penyimpanan sediaan  terlindung cahaya untuk menjaga kestabilan sediaan, tidak stabil pada pH basa terurai menjadi 5-hidroksi metil furfural sehingga pH sediaan dibuat pada rentang pH 3,5 – 5,5. pH sediaan yang dibuat adalah pH 5 sehingga dapat dipastikan terjaga kestabilannya karena berada dalam rentang pH yang diinginkan. Tujuan utama pengaturan pH dalam sediaan infus ini adalah untuk mempertinggi stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat, menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat tersebut, sehingga obat tersebut mempunyai aktivitas dan potensi. Selain itu, untuk mencegah terjadinya rangsangan atau rasa sakit sewaktu disuntikkan. pH yang terlalu tinggi akan menyebabkan nekrosis jaringan sedangkan pH yang terlalu rendah menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan.
Glukosa tidak stabil pada pemanasan suhu tinggi dalam waktu yang lama karena terjadi penurunan pH dan karamelisasi sehingga sterilisasi tidak dilakukan pada suhu yang tinggi dalam waktu yang lama serta penyimpanan sediaan disarankan pada suhu yang sejuk. Untuk membuat sediaan yang efektif dibuat kadar sediaan yang sesuai tujuan terapi yaitu untuk sediaan infus dengan rentang kadar 2,5 – 7 %.
Hal lain yang juga perlu diperhatikan adalah hasil degradasi pada pemanasan glukosa yaitu 5-hidroksi metil furfural ( 5-HMF ) harus tidak melebihi batas tertentu seperti yang tertera dalam Farmakope Indonesia karena bersifat alergenik. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membatasi produksi 5-hidroksi metil furfural adalah suhu karena semakin tinggi suhu maka semakin banyak produksi 5-HMF, pH karena semakin tinggi pH maka semakin mudah terbentuk 5-HMF, serta konsentrasi glukosa karena semakin besar konsentrasi maka pembentukan 5-HMF semakin mudah. Konsentrasi glukosa dalam sediaan ini adalah 5 % untuk sediaan infus intravena.
Volume yang dibuat adalah 100 mL untuk pemakaian single dose dan dilebihkan 25 mL. Volume sediaan dilebihkan untuk mengantisipasi adanya volume yang hilang selama proses pengisian dan pembuatan.
Sediaan infus haruslah isotonis atau sedikit hipertonis karena jika hipotonis maka akan menyebabkan sel darah menjadi pecah sehingga itu berbahaya. Selain itu, perlunya sediaan injeksi ini dibuat isotonis ataupun sedikit hipertonis agar pada saat penyuntikan tidak menimbulkan rasa nyeri. Untuk memperoleh kondisi larutan yang isotonis ditambahkan NaCl 0,9 % dalam jumlah tertentu yang telah dihitung dari perhitungan tonisitas sediaan, dalam praktikum ini perhitungan tonisitas sediaan berada dalam rentang hipertonis sehingga tidak diperlukan penambahan NaCl 0,9 %. Dalam sediaan ini berdasarkan hasil perhitungan ditambahkan NaCl seganyak 0,035 % untuk mencapai keadaan yang isotonis.
Pada pembuatan sediaan infuse intravena ini ditambahkan karbon aktif sebagai absorben. Diharapkan dengan penambahan karbon aktif maka syarat sediaan infuse, yaitu bebas pirogen dapat terpenuhi. Mekanisme karbon untuk menghilangkan pirogen adalah dengan cara absorpsi.  Adsorpsi ialah pengumpulan zat terlarut di permukaan media dan merupakan jenis adhesi yang terjadi pada zat padat atau zat cair yang kontak dengan zat lainnya. Proses ini menghasilkan akumulasi konsentrasi zat tertentu di permukaan media setelah terjadi kontak antarmuka atau bidang batas (paras, interface) cairan dengan cairan, cairan dengan gas atau cairan dengan padatan dalam waktu tertentu.  
Atas dasar fenomena kejadiannya, adsorpsi juga dibedakan menjadi tiga macam. Yang pertama disebut chemisorption, terjadi karena ikatan kimia (chemical bonding) antara molekul zat terlarut (solute) dengan molekul adsorban. Adsorpsi ini bersifat sangat eksotermis dan tidak dapat berbalik (irreversible). Yang kedua, adsorpsi fisika (physical adsorption, terjadi karena gaya tarik molekul oleh gaya van der Waals dan yang ketiga disebut ion exchange (pertukaran ion), terjadi karena gaya elektrostatis.
Fenomena adsorpsi ternagi menjadi tiga langkah, yaitu:
1)                  makrotransport: perpindahan zat pencemar, disebut juga adsorbat (zat yang diadsorpsi), di dalam air menuju permukaan adsorban
2)                  mikrotransport: perpindahan adsorbat menuju pori-pori di dalam adsorban
3)                  sorpsi: pelekatan zat adsorbat ke dinding pori-pori atau jaringan pembuluh kapiler mikroskopis. 
Ada sejumlah hal yang mempengaruhi efektivitas adsorpsi, yaitu:
1)                  temperatur lingkungan (udara, air, cairan): proses adsorpsi makin baik jika temperaturnya makin rendah
2)                  jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak terionisasi lebih mudah diadsorpsi).
Selain menghilangkan pirogen karbon ini digunakan untuk menghilangkan bau, warna, dan rasa air termasuk ion-ion logam berat. Karena merupakan fenomena permukaan maka semakin luas permukaan kontak karbo makin tinggilah efisiensi penyerapannya. Hal tersebut bisa dilakukan karbon yang sudah dalam keadaan aktif sehingga porus dan kaya saluran kapiler. Karbon yang belum aktif, ruang kapilernya masih ditutupi oleh pengotor berupa zat organik dan anorganik.
Karbon aktif memiliki pori – pori yang sangat kompleks yang berkisar dari ukuran mikro dibawah 20 A (Amstrong), ukuran meso antara 20 sampai 50 Angstrom dan ukuran makro yang melebihi 500 A (pembagian ukuran pori berdasarkan IUPAC). Sehingga luas permukaan disini lebih dimaksudkan luas permukaan internal yang diakibatkan dari adanya pori – pori yang berukuran sangat kecil.
Karena memiliki luas permukaan yang sangat besar, maka karbon aktif sangat cocok digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan luas kontak yang besar seperti pada bidang adsorpsi (penjerapan), bidang reaksi dan katalisis seperti pada aplikasi praktikum ini.
Setelah ditambahkan karbon aktif sediaan dipanaskan diatas penangas air dalam suhu 60-700C selama 15 menit dan diaduk. Setelah dipanaskan dilakukan penyaringan dengan kertas saring, penyaringan atau filtrasi ini bertujuan untuk mencegah kemungkinan ikutnya partikel-partikel asing kedalam sediaan infuse serta menyaring karbon aktif yang digunakan sebagai absorben. Penyaringan dilakukan sebanyak 3 kali sehingga didapat larutan yang jernih, penyaringan ini dilakukan pada saat keadaan panas. Hal ini ditujukan untuk menghindari kemungkinan kesulitan dalam penyaringan karena terbentuknya koloid.
Sediaan ini hanya digunakan untuk sekali pemakaian sehingga tidak diperlukan penambahan anti bakteri pada pembuatannya karena sediaan yang dibuat telah disterilkan dan akan tetap steril sampai pada batas kadaluarsa. Selama sediaan  sudah dibuka maka resiko kontaminasi akan tinggi, sehingga kemungkinan terdapat adanya sisa dari sediaan yang telah dipakai tidak diperbolehkan untuk dipergunakan kembali karena sterilitas tidak terjamin lagi. Selain itu tidak dilakukannya penambahan pengawet atau zat antimikroba karena sediaan ini merupakan Large Volume Parenteral sehingga diperlukan zat pengawet dalam jumlah besar yang memungkinkan bisa menimbulkan atau meningkatkan efak toksisnya.  Sediaan disterilkan dengan metode A yaitu dengan metode panas basah menggunakan autoklaf suhu 121°C selama 15 menit.












VI.             LAMPIRAN
1)                  Aspek Farmakologi

Indikasi                 : Untuk mengatasi dehidrasi, menambah kalori, dan mengembalikan keseimbangan elektrolit.
Efek Farmakologi : Di dalam sel glukosa dioksidasi menjadi karbondioksida dan air dengan menghasilkan energi. Jaringan otot dan lemak menyerap glukosa bila diperlukan, karena kebutuhan energi dapat pula dicapai dengan jalan oksidasi asam lemak. Glukosa yang diserap di otot ditimbun sebagai glikogen atau dirombak menjadi asam laktat, yang dibawa oleh darah diangkut ke hati dan menjadi bahan pangkal untuk glukoneogenesis.
Dosis dan cara pemberian : Injeksi Intravena 3 mL/kg BB/jam atau 70 tetes/70 kg BB/menit atau 210 mL/70 kg BB/ jam atau sesuai kondisi penderita. Maksimal 1500mL/70 kg BB/hari.
Efek samping        : Tromboflebitis (pada pH larutan rendah 3,5 – 5), panas, iritasi, infeksi pada tempat penyuntikan, thrombosis atau flebilitas vena yang meluas dari tempat penyuntikan  & ekstravasasi.
Perhatian               : Payah jantung, udem dengan retensi Na, gangguan ginjal, sepsis parah, kondisi pra & pasca trauma.









2)                  Etiket
SEKOLAH TINGGI FARMASI INDONESIA
K
 


Jl. Soekarno Hatta 354 Parakan Resik
No Batch : 1108200
                                                                         Nama Dagang : Glukowiatris
                                                                         Vial 100 mL
                                                                         Injeksi Intravena

Mengandung                          Glukosa       50 mg/mL

Exp. Date : Mei 2013
HARUS DENGAN RESEP DOKTER

















3)                  Brosur




















4)                  Kemasan




















VII.          DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. The United States Pharmacopeia. Vol 2. Port City Press, Baltimore
British Pharmacopeia Commission . 2009. British Pharmacopeia. Vol 1. The Stationery Office, London
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Council of Europe. 2005. European  Pharmacopeia Fifth Edition. Council Of Europe, Strasbourg
Reynolds, James E. F. 1982. Martindale The Extra Pharmacopoiea. Twenty-Eigth Edition. Pharmaceutical Press : London.
Rowe, Raymond. C, Sheskey, Paul J, and Owen Sian C. 2006. Handbook of Pharmaceutical Excipient. Fifth edition. Pharmaceutical Press : London.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar